DAFTAR HALAMAN

Rabu, 23 Oktober 2013

Kelalaian

Kelalaian atau kelengahan akan menambah penyesalan, kelalaian akan menghilangkan kenikmatan dan menghalangi penghambaan kepada Allah. Kelengahan akan menambah kedengkian, keaiban dan kekecewaan.

Diceritakan bahwa ada sebagian orang-orang saleh, bermimpi melihat gurunya. Dalam mimpi itu ia bertanya kepada sang guru: "Penyesalan manakah yang terbesar menurut anda?" Sang guru menjawab: "Penyesalan akibat kelengahan."

Abu Ali Ad-Daqaq berkata: "Suatu ketika aku datang mengunjungi salah seorang saleh yang sedang sakit. Dia termasuk salah seorang masyayikh besar. Saat itu ia dikelilingi oleh murid-muridnya dan menangis. Dia seorang syekh yang telah lanjut usia. Dalam kondisinya yang kritis itu aku bertanya: "Wahai tuan, mengapa anda menangis? Apakah ada urusan mengenai persoalan dunia?" Dia menjawab: "Bukan itu penyebabnya, tetapi karena shalatku terbengkalai." Aku kembali bertanya: "Bagaimana hal itu bisa terjadi, padahal anda adalah orang yang rajin menjalankan shalat?" Dia menjawab: "Tidakkah anda melihat kondisiku saat ini, aku terbaring tidak dalam keadaan bersujud, aku tak dapat mengangkat kepala dan kesadaranku tak terkonsentrasi mengingat Tuhanku, aku tengah dalam kelalaian. Sementara saat ini adalah detik-detik kekritisanku yang akan mengantarkan aku dalam kematian dalam keadaan lengah.

Di dalam kitab Uyunul Akhbar disebutkan bahwa Syaqiq Al-Bulkhi berkata: "Manusia mengucapkan tiga hal, tetapi mereka benar-benar mengingkari apa yang diucapkannya itu dalam perbuatannya." Mereka berkata: "Kami adalah hamba-hamba Allah." Tetapi perbuatan mereka seperti perbuatan orang-orang yang merdeka. Yang demikian ini, adalah pengingkaran atas ucapannya. Mereka berkata: "Allah yang menanggung semua rizki kami." Tetapi hati mereka tidak tenang dan tidak merasa puas kecuali dengan dunia dan mengumpulkan harta kekayaan. Ini adalah sebuah pengingkaran atas ucapannya. Yang terakhir, mereka mengatakan: "Kematian adalah sebuah kepastian." Tetapi perbuatan mereka seolah-olah tidak akan mati. Ini juga sebuah pengingkaran atas ucapan mereka.

Oleh sebab itu, bagi orang yang berakal seyogyanya meninggalkan dunia untuk mengabdi kepada Allah swt., memikirkan masa depannya demi kepentingan dan kebahagiaan akhirat.

Allah swt berfirman:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الآخِرَةِ نَزِدْ لَهُ فِي حَرْثِهِ وَمَنْ كَانَ يُرِيدُ حَرْثَ الدُّنْيَا نُؤْتِهِ مِنْهَا وَمَا لَهُ فِي الآخِرَةِ مِنْ نَصِيب

Artinya:
"Barang siapa yang menghendaki Keuntungan di akhirat akan Kami tambah Keuntungan itu baginya dan barang siapa yang menghendaki Keuntungan di dunia Kami berikan kepadanya sebagian dari Keuntungan dunia dan tidak ada baginya suatu bahagianpun di akhirat."
Keuntungan dunia berarti kelezatan-kelezatannya, di antaranya berupa pakaian, makanan, minuman dan lain sebagainya. Sedangkan maksud dari tidak ada baginya satu bagianpun di akhir ialah di cabut dari hatinya kecintaan kepada akhirat.

Karenanya, Abu Bakar As-Shiddiq menginfakkan hartanya kepada Nabi Muhammad saw. sebanyak empat puluh ribu dinar secara tersembunyi dan empat puluh ribu lagi secara terang-terangan. sehingga tidak tersisa sesuatu pun padanya.

Nabi Muhammad saw. dan keluarganya adalah orang-orang yang berpaling dari kenikmatan, kesenangan dan kelezatan dunia. Karena itulah, sehingga ketika Nabi Muhammad saw. menikahkan putrinya, Fathimah Az-Zahra ra. dengan Ali, pelaminannya hanya berupa kulit domba yang disucikan (disamak), sedangkan bantalnya berupa kulit binatang yang berisikan sabut. 

Baca Juga Tulisan Lainnya